Racau
11:05 PM
Pertama kali berjumpa, aku yakin sekali kita akan berteman. Tapi aku tak pernah menyangka bahwa orang yang sekilas tak banyak bicara ini akan menjadi teman terbaikku dalam mengarungi berbagai 'petualangan'.
Waktu mengizinkan kita untuk kemudian memahami bahwa kita teramat berbeda. Aku yang begitu senang berada di sekeliling banyak orang dan menjadi pusat perhatian ternyata begitu nyaman berada di sampingmu; kamu yang cenderung lebih senang berkutat dengan buku harianmu, dengan berbagai buku yang kau tata rapi di dalam kamarmu. Aku yang begitu spontan ini entah mengapa bisa berkali-kali merusak jadwal belajarmu, mengacak-acak jadwal mengerjakan tugasmu hanya karena aku tiba-tiba terpikir untuk pergi ke suatu tempat bersamamu. Aku yang lebih banyak menggunakan logika ini ternyata malah terhibur dengan turbulensi perasaanmu yang juga mendidikku untuk lebih peka dalam memahami perasaan orang lain. Ah, betapa indah Ia menciptakan perbedaan.
Aku begitu terbiasa dengan kehadiranmu di sampingku, karena kita terbiasa bermain-main bersama. Hujan-hujanan hingga basah kuyup, berguling-guling hingga sekujur tubuh kita lusuh dengan peluh. Aku begitu terbiasa dengan hadirmu yang melengkapi apa yang tak kupunya: kemampuanmu menghadapi orang lain dan menjaga hubungan baik dengan mereka, kemampuanmu untuk menjaga konsistensi dalam apa yang telah disepakati, juga kemampuanmu untuk merencanakan dan membuat keacakanku menjadi lebih rapi.
Waktu pula yang akhirnya menghadapkan kita dengan berbagai pilihan. Kini kita mulai berada di persimpangan jalan. Kau tahu sejak lama jalan yang ingin kau pilih. Aku pun memahaminya, walau seringkali aku menolak untuk menerimanya. Ya, aku terlalu terbiasa bersamamu; menertawakan hal-hal yang sepele hingga terbahak, berdiskusi denganmu walau seringkali aku yang memaksakan pendapat.
Belum juga kita jauh melangkah rasanya ada yang berbeda. Tiga bulan lagi mungkin aku akan rindu, padamu amarahmu yang tiba-tiba memuncak, pada lakumu yang tak jarang jenaka, pada ulur tanganmu untukku yang memang seringkali merepotkan banyak orang. Mungkin aku juga akan rindu pada lantun usilmu bahwa kau ingin bersama seseorang sepertiku.
Aku tak tahu, apa akan ada seseorang yang dapat menggantikan peranmu, menjadi teman berbagi yang tak semua orang bisa kubagikan hal yang serupa. Ada terlalu banyak hal yang hanya kita saja yang tahu. Entahlah. Aku hanya ingin menitipkan doa pada langit, agar hatimu tak disesakkan oleh rindu, agar senyummu selalu terkembang karena kita telah memilih jalan yang terbaik.
Ah. Belum juga kau pergi, aku sudah rindu.
Atika Almira,
yang teramat yakin bahwa kau tahu ini untukmu.
0 comments
ayo komen disini :)