Sekolah Impian
2:20 PM
Menemukan ini ketika menjelajah akun e-mail sendiri: tulisan di September 2012 terkait dengan pendidikan. Sebenarnya ini tugas ketika saya baru masuk Skhole (@ITBMengajar), kalau tidak salah diberikan oleh Kak Jaka, salah satu PengajarMuda lulusan Planologi. Yah, intinya... selamat membaca. Walaupun bukan tulisan baru semoga bisa menginspirasi atau setidaknya mengusik benak untuk berkelana lebih jauh :)
***
Pendidikan
itu penting; sebagian besar manusia menyetujui pernyataan itu. Betapa
pentingnya pendidikan sehingga ia dikucuri dana 20 % dari total APBN—bandingkan
dengan anggaran militer yang hanya 1%, atapun anggaran kesehatan yang hanya
mencapai 5 %. Betapa pentingnya pendidikan karena tanpanya hidup bagai gelap
tanpa lentera. Betapa pentingnya pendidikan, karena seharusnya itulah yang
mampu memanusiakan manusia. Jelaslah bahwa sekolah itu penting, karena ia
adalah ruang bagi pendidikan. Ia adalah ruang yang mengajarkan nilai-nilai.
Lantas seperti apakah seharusnya sekolah itu?
Sebelum
kita sampai ke sana, izinkan saya mengenang masa-masa sekolah saya sendiri. Ada
banyak hal yang menyenangkan bagi saya di samping hal-hal yang begitu
menjengkelkan sampai saya seringkali punya keinginan untuk bolos.
Saya
senang ketika guru saya menyenangkan. Saya pernah menulis tentang guru. Bagi
saya guru yang menyenangkan adalah orang yang memiliki kriteria seperti ini: kompeten di bidang yang diajarkan, wawasannya luas dan tidak terbatas di bidang ajarnya,
berakhlak baik, gaul, tidak sok asik
ataupun sok anak muda tapi tetap memiliki jiwa muda, bisa menunjukkan wibawa di
depan murid-muridnya, tegas, dan memiliki
tekad kuat untuk mendidik; bukan sekadar hadir dalam KBM hanya untuk
menggugurkan kewajiban. Sayangnya hanya segelintir guru saya yang seperti itu.
Saya senang jika tugas-tugas yang diberikan di sekolah adalah
sesuatu yang menjadi hobi saya. Tugas membuat presentasi, kliping, menggambar,
adalah beberapa tugas yang membuat saya bersemangat. Setiap anak memiliki hobi
dan mereka senang jika hobinya, minatnya dapat tersalurkan. Saya pun demikian.
Perlu dicatat, saya senang diberi tugas-tugas seperti itu, tetapi yang paling
tidak saya sukai adalah guru memberikan tugas sebagai pengganti materi yang
seharusnya ia sampaikan di kelas. Menurut saya itu sama saja dengan melarikan
diri dari tanggung jawab.
Seringkali saya pergi ke sekolah karena membutuhkan interaksi
dengan teman-teman saya; berhenti sampai di sana, tidak ada tujuan lain. Saya
menikmati saat-saat istirahat, pulang sekolah, dan saat-saat guru tidak masuk
kelas –seperti yang pernah disampaikan seorang senior di Skhole. Saya menikmati
kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang terkadang waktunya malah melampaui jam
belajar saya. Saya suka sekolah karena di luar KBM saya memang mendapatkan
begitu banyak hal; belajar memahami manusia, belajar berkontribusi, belajar
mengatur diri dan orang lain, belajar tentang hidup.
Saya senang jika sekolah sedang memiliki kegiatan yang tidak
biasa, entah itu ada event, kegiatan study tour, atau bahkan sekadar kegiatan
pembelajaran yang dilakukan dengan lebih interaktif. Saya tipikal orang yang
mudah jenuh. Saya seringkali tertidur ketika guru mengajar dengan cara
mendikte. Sayangnya saya menjadi satu-satunya pihak yang disalahkan jika itu
terjadi. Padahal menurut saya guru juga wajib mencari cara agar anak didiknya
tidak tertidur di kelas –apalagi untuk pelajaran yang membutuhkan konsentrasi
tinggi seperti Sejarah.
Hal lain yang saya sukai dari sekolah selain itu adalah
tempat-tempat yang nyaman untuk bercengkrama, jajanan-jajanan yang enak,
penjaga sekolah yang ramah, musholla yang teduh, dan berbagai hal sepele
lainnya. Namun terkadang hal-hal seperti itulah yang paling saya rindukan dari
sekolah.
Di sisi
lain, saya benci sekolah ketika dia menjadi produk komersial. Fenomena yang
terjadi pada sekolah negeri yang ditransformasi menjadi Rintisan Sekolah
Bertaraf Internasional (RSBI) yang membuat biaya bulanan sekolah membludak ini
sungguh aneh. Katanya RSBI, tetapi tidak ada peningkatan kualitas pendidikan
yang signifikan untuk menuju ke sana. Katanya RSBI, tetapi guru-gurunya pun
tidak mampu berbahasa internasional. Jika hanya untuk menghambur-hamburkan dana
pendidikan negara dan mengeruk uang siswa, lalu apa gunanya?
Saya
benci sekolah ketika saya membenci guruya. Benci mungkin kata yang terlalu
ekstrem. Seringkali saya memang menjadikan guru sebagai kambing hitam ketika
saya malas mempelajari sesuatu karena memang menurut saya itu bisa memberikan
dampak yang berarti. Saya tidak suka guru yang galak, guru yang kasar, guru
membosankan, guru yang tidak kreatif dalam mengajar, guru yang banyak melarang
ini-itu tanpa bisa menjelaskan alasannya. Saya tidak suka guru yang tidak bisa
menjawab pertanyaan saya. Memang itu manusiawi, tetapi poinnya di sini adalah
bagaimana seharusnya seorang guru senantiasa mengembangkan diri karena ilmu
pengetahuan juga terus berkembang.
Saya
benci sekolah ketika ia tidak lagi memoles akhlak. Saya benci ketika guru hanya
bungkam melihat siswa mencontek. Rasanya aneh –lagi-lagi seperti yang telah
disampaikan salah seorang senior di Skhole, ketika nilai-nilai disampaikan
hanya sebagai wawasan belaka, bukan untuk diaplikasikan ke dalam kehidupan.
Seperti misalnya kejujuran yang selalu diagung-agungkan tetapi manusia lupa
artinya ketika bertemu dengan ujian dan uang. Banyak guru yang tidak lagi sadar
perannya sebagai pembentuk pemimpin-pemimpin di masa depan. Banyak siswa yang
dewasa ini menganggap, “Sekolah itu tempat nyari
nilai, tempat les baru deh tempat nyari ilmu”. Akhirnya sekolah tidak lagi
difungsikan sebagai ruang pendidikan, hanya sebatas ruang interaksi yang tanpa
arti.
Sekolah
seharusnya dapat meyalurkan dan bahkan mengembangkan minat dan bakat siswanya.
Mungkin yang terbayang adalah dengan fasilitas yang mumpuni. Tentu tidak semua
sekolah ketika dibangun mampu memilikinya karena keterbatasan dana. Namun yang
terpenting adalah bagaimana seorang guru dapat peka untuk melihat apa yang
dimiliki para siswanya dan berusaha membantu siswa dengan segala cara yang ia
bisa. Sekolah –sebagaimana pendidikan –seharusnya tidak melihat kecerdasan
hanya dari sisi akademik saja. Dengan menyadari hal ini, sekolah akan mampu
meningkatkan prestasinya di berbagai bidang.
Sekolah
seharusnya berperan dalam membangun akhlak yang mulia. Semua pihak yang ada di
sana baik itu kepala sekolah, petugas kebersihan, guru, siswa penjaga kantin,
harus dibuat mengerti bahwa sekolah adalah tempat penanaman nilai-nilai
kebaikan. Sekolah harus terus menjadi tempat di mana kebaikan didengungkan dan
dilakukan Sekolah harus mampu membangun pemimpin-pemimpin masa depan; mereka
yang tidak hanya cerdas tapi juga pekerja keras, jujur, bersahaja, visioner,
mampu berinteraksi dengan baik.
Sekolah
bukan produk komersial. Dia tidak boleh menjadi ruang tertutup hanya mampu
diakses golongan tertentu saja. Pendidikan adalah hak semua orang, dan sekolah
yang saya inginkan kelak tidak mengharuskan muridnya untuk memiliki kekayaan
materi.
Kata
orang cinta mampu melakukan segalanya. Segolongan yang lain membuat kata cinta
itu lebih spesifik sebagai passion.
Saya percaya dibutuhkan cinta untuk mendidik agar segala yang diharapkan dapat
terwujud. Dibutuhkan passion dalam mengajar agar ketulusan dapat dirasakan oleh
mereka yang diajar. Oleh karena itu saya akan mencari orang yang memang
mencintai dunia pendidikan untuk bekerja sama membangun sekolah; mereka yang
mendidik bukan karena harus dan bukan karena uang, tetapi mereka yang memang
memilih untuk menjadi pendidik karena ingin menyampaikan cinta mereka.
Begitulah
sekolah seharusnya. Mudah-mudahan saya tidak hanya berhenti sebagai kritikus
saja, tapi juga sebagai praktikan yang mampu belajar mengaplikasikan apa yang
telah saya ulas. Mudah-mudahan saya bisa memberikan kontribusi maksimal saya
dalam dunia pendidikan. Aamiin yaa rabbal
‘alamin.
Referensi:
http://pendidikanindonesia.blogspot.com/
1 comments
Mantap Kak! Mudah-mudahan kurikulum 2013 yang katanya murid lebih banyak dibimbing untuk mengeksplorasi dan mengaplikasikan materi yang diajarkan di kelas, benar-benar bisa memperbaiki peran sekolah sekarang ini. Kalo undangan dihapus aja, biar pelajaran tertentu tidak dianaktirikan.
ReplyDeleteayo komen disini :)