Tentang OSKM 2013: Part Diklat
12:46 AM
Ini hanya racauan,
sebagaimana saya meracau dalam tulisan-tulisan sebelumnya. Dan ya, ini judgement pribadi saya, bisa saja memang
bukan fakta. Jika ada yang tersinggung, saya meminta maaf karena sesungguhnya
saya tidak bermaksud memojokkan satu pihak. Tapi kalau memang ada yang terpojok
mari kita sama-sama memperbaiki diri. Jika ada yang tidak setuju dengan seluruh
ataupun sebagian dari tulisan ini, silahkan dikritisi saja lewat comment di bawah. Jika ada yang setuju,
kenalan yuk! Bisa jadi kita memang sepaham dan akan menjadi teman yang
menyenangkan :) (Padahal kalau tidak
setuju pun kenalan aja ya? -_-)
3G: Gegap Gempita
Ganesha
"Tik, kalau kamu mau lihat satu kampus ini benar-benar turun bareng, tunggu aja OSKM. Menurut aku cuma OSKM yang bener-bener bisa bikin satu ITB turun semua."
Ya, ada hawa baru yang
terasa. Di hari-hari pertama diklat, tempat kost saya riuh karena kami semua
ikut diklat terpusat. Beberapa dari kami yang bahkan cenderung lebih aktif di
kelas saja pun terlibat (terlepas dari nantinya tumbang atau tidak). Semua
semangat: mengumpulkan spek, mencari teman satu kelompok, bercerita tentang
pengalaman diklat masing-masing. Semangat bergerak satu kampus itu terasa :)
Begitu pula dengan
teman-teman di SAPPK (sekali lagi, terlepas dari nantinya tumbang atau tidak).
Salah seorang teman di SAPPK pernah berujar bahwa kami termasuk yang jarang
terlibat di kepanitiaan terpusat. Tapi di OSKM ini memang terlihat kok bahwa
sebagian besar mau mengambil peran.
Melihat itu semua, saya
jadi bertanya-tanya: apa ya niat kita semua sampai mau terjun di sini? Dan
mungkinkah semangat itu tersisa setelah OSKM? Atau kita akan kembali seperti
biasa, menjadikan proses ini tanpa arti karena semuanya bullshit? Semua pertanyaan itu belum terjawab.
Mengenang sapi betina
Mari sedikit mengenang sejarah. Ini akan mengawali kita untuk berangkat
ke bagian berikutnya. Baiklah, izinkan saya bertanya: apa yang kamu ingat jika
mendengar tentang ‘sapi betina’?
Kalau saya ingat surat Al-Baqarah dan kisah yang terkandung di dalamnya
sih. Izinkan saya bertutur tentangnya.
Ketika wahyu Allah memerintahkan Bani Israil untuk menyembelih seekor sapi, mereka malah banyak bertanya. Mulai dari usia sapi itu, warnanya, kondisinya, dan sebagainya. Tetapi justru dengan pertanyaan itu mereka malah mempersulit diri sendiri. Padahal kalau mereka langsung menaati perintah yang pertama, mereka bisa menyembelih sapi mana pun. Intinya,Bani Isra`il melakukan tindakan mempersulit diri dengan menanyakan sesuatu yang tidak perlu ditanya.
Saya bingung. Seingat saya sejak awal PJ fakultas menyepakati bahwa sebaiknya
pertanyaan disampaikan melalui PJ fakultas saja dan jika ada masalah yang ingin
didiskusikan seharusnya melalui grup fakultas masing-masing terlebih dahulu.
Atau kesepakatan itu memang tidak ada? :)
Tentang saling
menghargai
“Always put yourself in other’s shoes.”
Itu sebuah ungkapan yang
sering kita dengar dan bahkan saat ini Google Translate sudah bisa
menerjemahkannya dengan cukup masuk akal. Tapi nyatanya jarang sekali kita
mengaplikasikannya. As usual, easier said
than done.
Rasanya geli membaca
beberapa komentar di suatu grup yang isinya calon panitia. Sebagai peserta
diklat, menurut saya kami terlalu banyak menuntut. Bagus mungkin, karena bisa
jadi menunjukkan kami sudah menerapkan sebagian dari pola pikir K3, yaitu
kritis. Tapi kalau berlebihan ya mau bagaimanapun tetap saja annoying. Pernahkah kita berpikir
bagaimana rasanya menjadi pendiklat? Toh sebenarnya yang butuh diklat-diklat
itu, materi-materi itu kan pesertanya, kita semua :) Saya ingat kata-kata
seseorang:
“Mungkin yang ada dalam pikiran kalian saat ini hanya osjur dan OSKM, rata-rata paling banyak hanya punya urusan dua itu saja. Tapi coba tanya pendiklat kalian, banyak yang urusannya di kampus saat ini bisa tiga, empat, atau bahkan lima.”Dipikir-pikir benar juga sih. Apalagi tentunya tidak mudah mengurus 2000 orang lebih dengan keinginan dan pertanyaan yang sangat beragam dan menumpuk, dilengkapi dengan kreativitas yang luar biasa pula (alhasil pertanyaan dan statement yang keluar adaaaaa aja). Jujur terkadang saya malu dengan komentar-komentar yang ada di grup itu. Oleh karena itu menurut saya panitia pantas diapresiasi dan sikap kami sebagai peserta harus segera diperbaiki.
Tapi di sisi lain saya
juga ingin bilang bahwa kacamata saya masih memandang bahwa pendiklat memiliki
kekurangan namun itu adalah suatu hal yang lumrah. Dengan enam kelompok
digabung dalam pemberian materi, rasanya itu kurang efektif. Dari kabar yang
saya dengar, SDM yang bisa mendiklat itu sendiri memang tidak banyak dan itu
selalu terjadi dari tahun ke tahun. Terkadang beberapa pendiklat menyampaikan
materi dengan kurang rinci atau malah membingungkan, padahal menurut saya itu
cukup penting (walaupun sebagian memang sudah pernah didapatkan di OSKM sih).
Atau bisa jadi memang seharusnya materi-materi tersebut hanya disampaikan garis
besarnya saja untuk bisa diinterpretasikan secara bebas oleh masing-masing
individu? Entahlah.
“If you want a change, be the change.” Pasti bete kan kalau
kritik dan saran yang kita berikan hanya dianggap angin lalu? Jadi sebenarnya
daripada berkoar-koar tidak jelas yang tidak menghasilkan apa-apa, akan lebih
baik jika kita punya tekad untuk mengubahnya. Misalnya, kita merasa materi yang
disampaikan pendiklat kurang jelas, ya tanya dong ke teman di kelompok kita
atau kelompok lain yang sekiranya lebih mengerti atau ke pendiklatnya langsung.
Kalau ada teman kita yang kebingungan dengan materinya, ya kita bantu
matrikulasi. Kalau merasa performa pendiklat kurang, ya coba saja merasakan
jadi pendiklat, pendiklat yang baik yaaa :D
HAHAHAHA ketawa dulu ya. Saya berbicara seakan-akan paling mengerti, ya? Yah, gak gitu juga sih. Saya cuma
mengutarakan pandangan saya dan bukankah pada hakikatnya manusia memang
seharusnya saling menasihati kan?
Membelah diri
Dengan tugas-tugas diklat yang cukup banyak, harus menyiapkan OHU juga,
osjur atau minimal inisiasi osjur, belum lagi yang SP, membagi waktu menjadi
suatu tuntutan yang harus bisa dijalankan dengan baik. Rasanya badan remuk
karena aktivitas yang seabrek itu. Iya tak?
Apalagi kalau sudah banyak agenda yang bentrok. Rasanya ingin sekali
membelah diri. Saya cuma ingin menyampaikan kembali apa yang pernah saya
dengar, “Bukan tentang seberapa lama waktu yang bisa kita berikan, tetapi
seberapa berarti kontribusi kita ketika kita bisa menghadirkan diri.” Seseorang
juga berkata bahwa seringkali kekuatan ruhiyahlah yang mampu menguatkan kita
untuk menjalani itu semua :)
Tentang belajar
Sejatinya OSKM ini adalah rangkaian kaderisasi. Dan kaderisasi adalah
tentang belajar, bukan hanya tentang materi-materi tersurat. Belajar saling
menghargai, belajar disiplin, belajar membagi waktu, belajar bertanggung jawab,
belajar bersosialisasi, dan juga belajar
menerima. Semoga
kita tetap bisa berkontribusi dengan tulus bagaimanapun kondisinya :)
Meluruskan niat
Terakhir, saya hanya
berharap kita semua hadir dengan niat yang benar, dengan visi yang berisi
nilai-nilai kebaikan. Dan tentu saja, memang karena Allah SWT, bukan hanya demi maaabaaa. Seseorang akan
mendapatkan sampai batas ekspektasinya saja. “Innamal ‘amalu bin niat” Semua
tergantung pada niat kita. Ingin mendapatkan teman sajakah? Pengalaman sajakah?
Ilmu sajakah? Atau lebih dari itu?
Selamat mempersiapkan pintu gerbang itu dengan sebaik-baiknya!
SEKIAN, MOHON MAAF, DAN TERIMA KASIIIIIH
3 comments
Wah setuju banget nih Tik! Sebenarnya bingung juga kenapa kebanyakan orang masih terkesan "minta disuapi" kayak gitu, mungkin karena pengalaman yang didapat selama TPB kemarin beda-beda kali ya. Yah semoga aja tujuan awal dari diklat terpusat ini beneran bisa tercapai deh, yaitu buat mempersiapkan kita, mahasiswa tingkat 1, untuk beralih menjadi mahasiswa tingkat 2. Tetap semangat oskm2013! #untukIndonesia
ReplyDeletemengerti banget deh, nyampe sp disebutin hahaha
ReplyDeletesemangaaaaat semua. berkarya bisa di banyak tempat, ekspresikan warnamu untuk Indonesia :')
keren banget ini bahasanya, kayak ngebacain hati semua pihak :D
ReplyDeleteayo komen disini :)