Diary #1: Ini Bukan Makrab, Tapi Mukrab
8:40 PM
12-02-2015
Genting
Hawa di sekitar tempat kami berkumpul cukup panas petang itu. Walaupun pembahasan dalam rapat belum mencapai ke sana, kami sama-sama merasakan kegentingan. Ternyata membawa hal baru memang tidaklah mudah. Itu pelajaran baru yang kami dapatkan dalam percobaan pertama.
Pembahasan mencapai titik klimaks pada pertanyaan: ‘Apakah MUKRAB yang kami gagas layak dilanjutkan?’Ada banyak hal yang menjadi peyebab kebingungan kami, yang sebagiannya adalah karena kesalahan kami pula. Publikasi yang terlambat dan menyebabkan massa terlambat menyampaikan konfirmasi. Teknis yang kurang bisa dipersiapkan dengan baik. Sampai dengan konten yang rasanya masih mengawang-awang.
Dalam hati saya, sebagai pemimpin rapat, muncul berbagai keraguan. Tapi desakan untuk tetap bersikeras pada rencana awal ternyata lebih membuncah. Malam itu juga kami putuskan untuk tetap lanjut. Konsekuensinya, kami harus menjemput bola dengan mengajak masing-masing staff, menyiapkan teknis acara mulai dari nol, serta menyiapkan konten (meliputi presentasi dan alur diskusi) malam itu juga.
What a night.
Malam itu saya sulit tidur. Mukrab ini adalah sebuah pertaruhan bagi kami. Publikasi sudah dikeluarkan. Apabila massa yang datang hanya 20 orang dan acara tetap dilanjutkan, kami akan merugi. Padahal kondisi keuangan kami pun belum bisa dipastikan. Apabila acara ini gagal, kurang seru, ini akan menjadi impresi pertama yang menggambarkan keberjalanan perhimpunan selama setahun ke depan.
***
Mukrab. Musyawarah akrab.
Ide itu kami gagas sebagai jawaban atas hilangnya semangat, berkurangnya rasa kepemilikan, dan menurunnya partisipasi secara umum. Dalam gelombang kelesuan berkemahasiswaan, kita semakin sulit mengumpulkan orang. Musyawarah kerja, LPJ, seringkali menjadi momok bagi keberlangsungan organisasi. Kuorum malah menghambat, bukan membantu. Kewajiban menjadi beban, tidak lagi dilakukan atas dasar kesadaran. Dalam kegiatan-kegiatan perhimpunan pun hanya sedikit massa yang hadir karena merasa tidak memiliki kegiatannya.
Dari sana, kami berpikir bahwa rasa kepemilikan terhadap kegiatan bisa muncul apabila massa ikut merencanakan. Ruang-ruang diskusi, wadah untuk beraspirasi harus dibuka seluas-luasnya. Namun, hal ini sulit terwujud dalam kondisi yang kaku dan membosankan. BPA pun menyarankan agar momen perencanaan ini harus digabung dengan acara keakraban. Kita harus mengubah mindset bahwa himpunan hanya bisa mengekang. Berhimpun itu seru dan menyenangkan, kok! ;) Mukrab pada akhirnya menjadi solusi yang kami coba tawarkan.
***
13-02-2015
Man saara ala darbi washala
Hari-H pun tiba. Kloter pertama seharusnya berangkat pukul 13.30. Namun pada jam yang telah ditentukan hanya sedikit massa yang telah berkumpul. Alhasil hanya 10 orang yang diberangkatkan di kloter pertama.
Namun pada akhirnya, satu per satu orang datang hingga 83 orang berhasil berkumpul di sebuah villa yang cantik. MUKRAB kami berhasil terlaksana. Jika biasanya dalam muker orang malas bicara, semua berusaha menyampaikan idenya kala itu. BP mendapatkan masukan yang amat berarti. Kami lebih mengenal satu sama lain dan bisa berkomunikasi dengan lebih nyaman.
14-02-2015
Sebuah mimpi berhasil kita wujudkan bersama. Meski tentunya masih ada kekurangan di sana-sini, setidaknya kita telah memulai awal yang baru dengan cerita indah. Tetap semangat ya massa-G untuk agenda-agenda ke depan! Yang belum bisa hadir kali ini tentu amat ditunggu untuk hadir di agenda berikutnya ;)
Vivat-vivat G! IMA-G tetap jaya!
Pesan: Bagi teman-teman himpunan lain, ide ini layak dicoba. Namun tentunya harus dengan persiapan yang amat matang dari segi konten dan teknisnya
0 comments
ayo komen disini :)