Diary #3: Kampus Kita dan Kata ‘Keluarga’
10:21 AMSejak awal dibuka, Pemira resmi telah berjalan selama hampir 1 bulan. Ini belum terhitung sejak panitia mulai dibentuk, mengkaji sistem, merumuskan teknis, dan melakukan persiapan-persiapan lainnya. Namun ternyata sudah 2 kali masa pendaftaran dibuka, kita tak kunjung mendapatkan 2 calon yang siap memimpin KM-ITB ke depannya. Garry MTM 2011 dan Anna Fisika 2011 menjadi satu-satunya bakal calon yang mengumpulkan berkas, masing-masing untuk calon K3M (yang sebenarnya lebih senang saya sebut Presiden KM) dan calon MWA-WM. Dengan demikian, Pemilu Raya KM-ITB tidak mungkin dilanjutkan –kecuali kita mengambil keputusan yang melangkahi konsepsi.
“Jumlah kontestan untuk setiap posisi minimal 2 orang. Apabila tidak diperoleh 2 kontestan untuk setiap posisi, maka pemilu raya tidak dapat dilaksanakan. Tugas Kongres adalah memberikan stimulus agar muncul kembali kandidat-kandidat baru.” (Konsepsi KM-ITB. Hal.22)
Titik balik
Banyak yang merasa sudah seharusnya kita menjadikan hal ini sebagai momentum perbaikan. Kajian (atau setidaknya cuap-cuap) mengenai relevansi sistem KM-ITB kembali bermunculan. Haruskah sistem ini kita pertahankan? Banyak yang merasa terdapat berbagai indikasi bahwa sistem ini sudah tidak sehat.
Partisipasi massa. Dalam beberapa bulan terakhir, isu mengenai partisipasi massa terus didengungkan di dalam KM-ITB. Kurangnya partisipasi massa di kegiatan eksekutif terpusat, kurangnya partisipasi massa dalam perencanaan-pengawasan-evaluasi yang diwakilkan oleh Kongres, bahkan kurangnya partisipasi massa di dalam himpunan; hal ini menjadi indikasi bahwa kemahasiswaan kita sedang melesu. Ada banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Kajian yang dilakukan Kemenkoan PSDM kabinet bisa cukup menjelaskan. (Dokumen Sinergisasi Kaderisasi: ) Biaya kuliah yang meningkat, beban akademik yang semakin tinggi, penerapan UKT yang menyebabkan sulitnya mahasiswa apabila harus menunda kelulusan, pembatasan lama waktu kuliah hanya sampai 5 tahun. Terlebih dengan informasi yang menyebar dengan cepat, gerakan pemuda menjadi lebih terdiversifikasi. Kita menjadi lebih mudah berjejaring dan kampus bukanlah satu-satunya pilihan. Dengan kondisi partisipasi massa yang demikian, benarkah KM-ITB masih dibutuhkan?
Tumpang tindih kewenangan. Saat ini kita dapat melihat di KM-ITB bahwa semua orang melakukan semua hal. Semua lembaga melakukan semua hal.Pada akhirnya kita tidak bisa lagi melihat secara jelas di mana peran UKM, di mana peran HMJ, dan di mana peran Kabinet serta lembaga terpusat lainnya. Sebenarnya hal ini jelas bertentangan dengan sifat organisasi kemahasiswaan yang ada di Konsepsi KM-ITB itu sendiri: efektif dan efisien.
“Sifat Organisasi Kemahasiswaan
Efektif dan efisien, artinya struktur, mekanisme, dan fungsi berbagai elemen yang dibentuk dalam organisasi dapat berjalan secara efektif dan efisien. Badan kelengkapan di tingkat unit aktivitas, tingkat jurusan, tingkat antar jurusan, dan tingkat pusat memiliki fungsi dan kewenangan sendiri, akan tetapi tetap terintegrasi secara utuh dalam satu visi dan orientasi. Setiap tingkat tidak memiliki kewenangan untuk mencampuri urusan tingkat yang lain secara langsung, sehingga pola hubungan yang tercipta merupakan pola koordinasi. Pola ini menciptakan profesionalisasi fungsi elemen/badan kelengkapan dalam organisasi kemahasiswaan tanpa melupakan harmonisasi gerak dalam kesatuan visi dan orientasi.” (Konsepsi KM-ITB. Hal.7)
“Salah Satu Tugas Kongres KM-ITB
Menyusun kriteria program (Garis Besar Haluan Program dan Arahan Kerja) dengan pertimbangan aspirasi dan program kerja yang berkembang di himpunan dan unit serta aspirasi program kebutuhan seluruh mahasiswa. Penyusunan kriteria program ini memperhatikan aspirasi himpunan dan unit, serta aspirasi mahasiswa secara keseluruhan. Hal ini berkaitan dengan keefektifan program yang nantinya akan dieksekusi oleh Kabinet KM-ITB dan MWA Wakil Mahasiswa. Diharapkan program kegiatan Kabinet KM-ITB dan MWA Wakil Mahasiswa menjadi katalisator dan dinamisator untuk membantu kegiatan ditingkat himpunan dan unit. Kemungkinan akan adanya overlapping peran akan sangat diminimalkan oleh kesesuaian GBHP dan Arahan Kerja yang disusun oleh Kongres KM-ITB. Program kegiatan Kabinet KM-ITB dan MWA Wakil Mahasiswa dimaksimalkan pada usaha sinergisasi program kegiatan himpunan dan unit, menjadi kegiatan skala kampus ITB. Selain itu, fungsi Kabinet KM-ITB KM-ITB dan MWA Wakil Mahasiswa juga dioptimalkan pada pemenuhan kebutuhan seluruh mahasiswa yang tidak dapat dieksekusi di tingkat himpunan maupun unit.” (Konsepsi KM-ITB. Hal.12)
Lunturnya nilai. Tidak ada data yang bisa menggambarkan hal ini, tapi gerakan-gerakan kemahasiswaan yang ada saat ini rasanya tidak hadir dari kegelisahan yang tulus. (Baca: Diary #2: Bincang Malam) Hal ini juga pada akhirnya menyebabkan disorientasi pada gerakan mahasiswa. Kita tidak tahu kita sedang menuju ke mana. Sebagai anak bangsa kita tidak tahu mau membawa bangsa ini ke arah mana.
Benarkah HMJ masih menjadi kantung massa? Hal ini selalu dipertanyakan dari tahun ke tahun dan hingga saat ini belum ada yang dapat menjawabnya secara lugas. Terlebih, sulitnya menghadirkan massa di masing-masing himpunan terus menerus menjadi momok. ‘Gak kuorum’ adalah frasa yang cukup sering kita dengar akhir-akhir ini.
Munculnya kelemahan sistem. Di dalam konsepsi, sudah tercantum bahwa ada 2 kelemahan dalam sistem KM-ITB, yaitu ketika Kongres lemah, dan kesadaran mahasiswanya kurang. Saat ini mungkin itulah yang terjadi. Berapa banyak lembaga yang benar-benar peduli pada senatornya dan menganggap penting perannya dalam KM-ITB? Berapa banyak mahasiswa ITB yang mau proaktif untuk menyapa senatornya lebih dulu dan menyampaikan aspirasi?
“Kelemahan sistem KM-ITB akan muncul apabila Kongres tidak mampu menjalankan hak-hak superiornya atas Kabinet KM-ITB sehingga kekuatan kontrol lemah. … Kelemahan sistem KM-ITB juga akan muncul apabila kesadaran untuk mengawasi dan menjalankan KM-ITB oleh mahasiswa sebagai pemegang kedaulatan tertinggi lemah sehingga sistem kontrol Kongres KM-ITB akan menjadi sangat lemah. Aspirasi yang masuk akan menjadi aspirasi yang tidak representatif dan mengakibatkan konflik di antara lembaga-lembaga yang ada di sistem KM-ITB.” (Konsepsi KM-ITB. Hal.23)
Bisa jadi manusia di dalam wadah ini sudah berubah begitu banyak sehingga tak cocok lagi dengan wadahnya. Maka pilihannya adalah memaksa manusia ini untuk menyesuaikan dengan wadah, memperbaiki wadah sedikit demi sedikit agar dapat menampung manusianya, atau langsung secara drastis mengganti wadahnya.
Tentu kita perlu mencari tahu lebih jauh lagi. Seberapa jauh mahasiswa kini sudah berubah? Bagaimana karakteristik mahasiswa kekinian? Seberapa jauh sistem dapat mengakomodasi perubahan yang terjadi? Sudah cukup fleksibel kah sistem ini untuk tetap bisa dijalankan beberapa tahun ke depan?
Yang pasti, sebelum kita memutuskan untuk memperbaiki, mengubah, atau bahkan membubarkan, kita harus telebih dahulu mengetahui dan memahami sistem ini: dengan landasan apa sistem ini dibentuk, bagaimana cara menjalankannya, profil kader seperti apa yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem ini, dsb. Jadi kita benar-benar yakin dalam mengambil keputusan.
Langkah ke depan
Dengan kondisi Pemira yang seperti ini, ada beberapa hal yang menurut saya perlu kita jadikan fokus: (1) Kita tetap butuh pemimpin di KM-ITB, (2) Kita butuh meninjau adanya perbaikan sistem –atau setidaknya pembahasan komprehensif mengenai permasalahan yang ada.
Sejauh ini, BP, BPA, dan Senator IMA-G belum mengkaji kembali keputusan sementara di bawah ini: memilih PJS dan menjadikan masa kepengurusan PJS selama 1 periode sebagai masa transisi untuk perbaikan KM-ITB (perbaikan sistem dan periodisasi). Walaupun kelemahannya adalah organisasi kita jadi tidak memiliki bargaining position ke luar karena hanya memiliki PJS.
Karena beberapa himpunan telah mengajukan referendum, maka Jumat, 27 Februari 2015 akan diadakan Sidang Istimewa Kongres. Sidang ini akan berjalan apabila 2/3 dari himpunan mengirimkan senatornya untuk mengikuti sidang. Sidang ini diadakan atas pengajuan 1/5 himpunan untuk melaksanakan referendum.
Ke mana arah referendum ini? Himpunan yang mengajukan referendum berpikir bahwa jumlah calon di tahun ini hanyalah variasi dari tahun sebelumnya. Hal ini –hanya ada 1 calon–belum tentu menunjukkan degradasi (atau krisis kepemimpinan) karena tren tahun-tahun sebelumnya tidak menunjukkan demikian. Oleh karena itu referendum dapat dijadikan opsi agar estafet kepemimpinan di kampus ini tetap dapat berlanjut.
Sepertinya kedua opsi tersebut: memilih PJS ataupun referendum masih harus kita kaji lagi. Ketika kita memilih opsi referendum, masing-masing himpunan juga harus dapat menjelaskan mekanisme referendum seperti apa yang akan kita ambil. Ketika kita memilih opsi PJS, himpunan harus mengkaji lagi, sejauh mana wewenang PJS ini, apakah GBHP yang telah dibuat akan tetap diberlakukan, apakah kita harus menyusun ulang GBHP yang baru, bagaimana mekanisme penunjukan PJS, berapa lama PJS ini akan menjabat, dan sebagainya.
Jadi, massa-G, datang ke Gossip Gunadharma hari Rabu nanti ya :) Sekalian kita bahas inputan untuk bertemu Pak Kadarsyah
Di balik itu semua
“Berjuta rakyat menanti tanganmu
Mereka lapar dan bau keringat
Kusampaikan salam-salam perjuangan
Kami semua cinta-cinta Indonesia” (Kampusku)
Semoga kita semua masih ingat lagu yang sama-sama kita nyanyikan di OSKM. Saya masih yakin kita butuh Keluarga Mahasiswa-ITB, bagaimanapun bentuknya. Semoga saja kita tidak berlarut-larut dalam pembahasan ini karena PR kita masih amat banyak.
Atika Almira
15212046
Arsitektur ITB
P.S.: Maaf kalau panjang banget. Semoga gak TL.DR. :p
Referensi
Konsepsi KM-ITB Amandemen 2013
Bincang Malam di Sedap Malam bersama Kak Husein & Kak Eka.
Bincang Malam di Dwilingga bersama kahim-kahim terpilih 2012
http://ganecapos.com/2015/02/press-release-kongres-km-itb/
http://ganecapos.com/2015/02/kongres-km-itb-beri-kepastian-soal-pemira/
http://ganecapos.com/2015/02/pemira-gagal-forum-kongres-masih-menyisakan-pertanyaan/
0 comments
ayo komen disini :)