Saya dan Tiga Sosok di Kota Hujan

10:01 AM

Hujannya Bandung selalu membuat saya rindu kampung halaman. Terlebih jika hujan itu berbentuk rintik-rintik kecil yang amat terasa seperti Bogor. Kerinduan itu akhirnya berujung kepada 3 sosok yang amat berpengaruh dalam hidup saya.


Papa. Zainul Muhtadien.

Papa di Ulang Tahun Tika ke-7

Papa bukan orang yang serius, tidak seperti kebanyakan sosok ayah yang kerap diceritakan teman-teman saya. Percakapan saya dengan Papa lebih sering tentang teman-teman saya, joke-joke norak, cerita lucu tentang teman-teman Papa, atau gosip-gosip baru perpolitikan Indonesia. Papa bukan sosok yang sering melantunkan kata-kata mutiara kepada anak-anaknya. Tapi dari beliau saya banyak belajar, dan tanpa disadari pun saya banyak bergantung.

Satu hal yang Papa ajarkan adalah menjadi seorang pemurah. Pakpuh pernah bercerita bahwa Papa adalah adiknya yang akan selalu mengulurkan tangan ketika ada tawaran ladang amal. Bahkan ketika kondisi ekonomi keluarga kami belum settle pun Papa tidak ragu untuk memberi. 

Papa yang seorang pekerja keras, suatu hal yang amat saya kagumi sekaligus membuat kami sekeluarga sebal. Ketika usianya sudah mencapai 40 tahun Papa masih amat sibuk dengan pekerjaannya. Papa adalah orang yang penuh totalitas, penuh semangat, dan penuh cinta terhadap apa yang dikerjakannya. Ini hal yang selalu berusaha saya teladani dari beliau.

Kami sama, seorang sanguin. Papa yang mengajarkan saya untuk menjadi orang yang mudah bergaul. Kalau diingat-ingat, Papa selalu berusaha menyapa teman-teman saya meski dengan cara yang terkadang norak. Contohnya dengan meledek teman-teman sejemputan. Tapi ternyata itu cara Papa mendekati dunia saya. 

Papa mendidik kami semua untuk cinta pada pengetahuan dan buku. Tak pernah sekalipun Papa membatasi keinginan kami untuk membeli buku ini itu. Tak pernah pula ia menghalangi keinginan kami untuk pergi ke toko buku. Sampai-sampai Mama selalu marah karena kami hobi beli buku tapi malas merapikannya. Dan hal yang amat menyenangkan dari Papa adalah ia hampir selalu bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan kami.

Mama. Muslimah Syafaria.

Mama di ulang tahun anak centil

Mama bukan hanya seorang ibu. Ia juga rival, guru, dan juga sahabat terbaik saya.

Ya, Mama adalah rival saya dalam berkarya. Mama selalu berusaha mencari ide-ide baru dalam proses mengajarnya di kelas. Ketika ke Bogor, saya akan membawa GANECA POS saya bulan itu dan memamerkannya ke Mama. Saya juga akan bertutur tentang proses belajar saya di studio dan karya-karya yang telah saya hasilkan. Mama pun tak mau kalah. Sebagai balasannya Mama akan menunjukkan kartu-kartu gambar buatannya atau metode mengajar English for Math yang baru saja digarapnya. Kemudian kami akan berkata dengan bangga, "Keren kan?" Hehehe :)

Dari Mama saya belajar bahwa passion adalah hal yang penting dalam bekerja. Dengan passion kita bisa bekerja secara profesional meski kita sedang dirundung masalah. Dengan passion kita akan selalu terpacu untuk berinovasi, menemukan cara-cara baru dan karya-karya baru.

Mama juga seseorang yang hardworking. Ia rela berlelah-lelah sampai harus begadang untuk menyelesaikan pekerjaannya, walaupun terkadang memang karena watak kami yang deadliner ini. Mama selalu menunjukkan kesungguhan dalam bekerja. Dari Mama lah saya belajar apa arti menjadi profesional.

Mama juga selalu bisa menjadi guru dan sahabat terbaik. Sesi-sesi curhat di malam hari adalah masa yang amat menyenangkan bagi saya. Saya beruntung punya ibu yang amat lekat dengan dunia saya. Mama kenal dengan banyak teman saya karena sempat mengajar mereka. Mama tak pernah membatasi anak mudanya yang 'agak' nakal ini :) Ia memahami betul dunia kami. 

Di sisi lain, Mama selalu berusaha membuka diskusi di kala menonton berita, di kala mengalami suatu peristiwa. Perenungan terhadap value adalah diskusi yang sering dibuka. Penting bagi Mama untuk selalu berada di jalan yang baik dan benar. Penting bagi Mama memastikan agar anak-anaknya dapat berpikir sesuai dengan yang diperintahkan-Nya. Walau seorang plegmatis, Mama tidak ragu untuk menyalahkan yang salah dan mengutarakan yang benar. Mama tidak takut menggebrak meja untuk memarahi bosnya. Itulah salah satu alasan saya mengidolakan Mama.

Umi. Siti Hilmeh.

Umi dan Tika kecil
Pernahkah kamu memiliki seseorang yang sebegitu menyayangi kamu walau tidak punya hubungan darah? Umi adalah sosok itu bagi saya. Umi mengasuh saya sejak kecil, hanya karena Papa dan Mama mengontrak di sebelah rumahnya saat masih muda dulu. Umi rela membantu kami tanpa pamrih. Saya tak punya hubungan darah apapun dengan Umi namun ia berujar dengan lugas, "Umi paling sayang sama Tika di antara cucu-cucu Umi." Dari Umi saya belajar memberi tanpa meminta. Dari Umi pula saya belajar bahwa kita tidak perlu repot-repot mencari alasan untuk berbuat baik bagi orang lain.

Ketiganya sosok tadi amat berarti bagi saya. Semoga apa yang diajarkan mereka menjadi nilai yang selalu saya pegang. Semoga Allah melindungi mereka, menaungi mereka dengan hidayah, dan menyayangi mereka seperti mereka menyayangi saya hingga saat ini. Aamiin :)

You Might Also Like

2 comments

ayo komen disini :)

Popular Posts